Hal itu sempat viral dan jadi polemik terkait pengakuan, salah satu keluarga casis polri asal Takalar, berinisial HR mengungkapkan lolos jadi Polri uang disiapkan sebanyak Rp.550 juta dan ada panjar Rp.200 Juta sebagai tanda jadi dan dipanjar dua kali transsaksi yakni Rp.150 Juta di Bontonompo Gowa dan 50 juta di Galesong, Takalar, Sulawesi Selatan.
"Dirmhnya itu p. jendral dibontonompo ,Gowa (transaksi Rp.150 Juta-rd), waktu ambilki lagi uang 50 juta dibelakan hj.lina,,, Dirmhnya itu p.jendral dibontonompo ,gowa, Klu tdk salah pak p.herman (kombes Purn-rd) namanya Krn baru sy tau juga namanya dari penyidik kemarin yg dtgi rmhnya disolo," beber HR Namun tidak menjelaskan nama Jenderal yang dimaksud Siapa diwaktu saat dikonfirmasi, sabtu 22 Maret 2025 Lalu.
Baca Juga: Buntut Laporan Polisinya Mandek Sejak 2023 di Polda Sulsel, Ibu Bhayangkari Menyurat Kepresiden RI
Kombes Pol Zulham Effendi menegaskan bahwa menegaskan kasus tersebut sudah ditangani dan terkait adanya pengakuan diterima di rumah jenderal itu tidak benar.
"Sdh di tangani polres. Dan yg ngaku jendral itu tdk bener, Yg pasti kasus berjalan dan di proses. Sy akan pantau," tegasnya, Rabu (02/04/2025)
Namun Perjanjian Kalau tidak lulus jadi anggota polisi maka panjar dikembalikan, karena tidak lulus Panjar sebanyak 200 juta tidak dikembalikan diduga calo casis Polri tersebut sudah dilaporkan di Polrestakalar, Polda Sulsel sejak sejak September 2024.
Baca Juga: Merasa Tidak Mendapatkan Rasa Keadilan, Ibu Bhayangkari Asal Takalar Kirim Surat Kejagung RI dan KKRI
"Saya sudah sering sekali di janji uang itu dikembalikan itupun saya sudah laporkan masih belum dikembalikan, bahkan pihak Kepolisian," ujarnya.
Dikutip petirnews.id, Dugaan suap dalam rekrutmen calon siswa (casis) Bintara Polri di Kabupaten Takalar semakin menguat dengan munculnya bukti kuat keterlibatan Kombes Pol. Purn. Herman Rasyid. (05-04-2025).
Irfan Arifin SH Badan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Poros Rakyat Indonesia (LPRI) mendesak Polri untuk segera menindak tegas dugaan keterlibatan mantan perwira tinggi tersebut, jangan ada pembiaran oknum merusak Citra Institusi Kepolisian Republik Indonesia.
Baca Juga: Kabid Propam Polda Sulsel Perintahkan Anggotanya Cek Laporan Pemalsuan dan Penipuan Casis Polri di Polres Takalar
Sesuai informasi yang di kumpulkan “Bahwa Hj. Kumala, salah satu saksi dalam kasus ini, mengungkapkan bahwa Kombes Purn. Herman Rasyid telah mengakui menerima uang down payment (DP) senilai Rp 200 juta dari calon siswa Bintara Polri yang dijanjikan akan diluluskan. Pengakuan tersebut disampaikan langsung kepada penyidik Polres Takalar.
Hj. Kumala juga menjelaskan bahwa uang suap yang disepakati bernilai Rp 550 juta, yang akan dilunasi setelah calon siswa tersebut diluluskan. Uang DP sebesar Rp 200 juta diterima oleh Kombes Purn. Herman Rasyid di kediaman Hasma Dg. Sambara di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, pada tahun 2022.
Lima saksi mata, termasuk Hj. Kumala, Hj. Lina, ibu Hasma Dg. Sambara, H.R. Sigollo, dan Firza (korban), menyaksikan penyerahan uang tersebut.
Kejanggalan Laporan Polisi:
Yang menggelikan, laporan polisi yang dibuat oleh H. Ramli Dg. Sigollo tidak mencantumkan nama Kombes Purn. Herman Rasyid sebagai pelaku penggelapan dan penipuan.
Hal ini memicu kecurigaan dan menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi proses hukum.
“Kenapa di laporan polisi menunjuk orang lain sebagai pelaku padahal Kombes Purn. Herman sudah mengakui kesalahannya?” tanya Hj. Kumala dengan nada kecewa.
Termasuk pernyataan tertulis Kombes purn Herman Rasyid pada tahun 2023, dan itu sudah ada di pihak penyidik polres Takalar, apa lagi yang di ragukan.
Tuntutan Badan Hukum Lembaga Poros Rakyat Indonesia.
Irfan Haris SH menuntut agar Polri segera menindaklanjuti pengakuan Kombes Purn. Herman Rasyid dan menetapkan sanksi yang tegas, sekali lagi jangan rusak citra Institusi Polri.
“Bukti pengakuan Herman sudah ada di tangan penyidik. Tunggu apa lagi?” tegas Hj. Kumala. “Kami menuntut keadilan dan transparansi dalam proses hukum ini.”
Irfan Haris SH juga menghimbau agar kasus ini diselesaikan dengan baik agar tidak mencederai institusi kepolisian. “Jangan sampai bahasa ‘bayar, bayar, bayar’ identik dengan kasus ini untuk Kepolisian Republik Indonesia,” ujar Irfan, Ketua Badan Hukum DPP LPRI. LPRI mendesak Polda Sulawesi Selatan (Propam) untuk mengambil tindakan demi menjaga marwah Kepolisian Republik Indonesia.