Aktivitas Penyedotan Pasir Di Sungai Tanjung Kapuas Diduga Ilegal Ancam Lingkungan Dan Keselamatan Warga



Sambar.Id Sanggau, Kalimantan Barat – Aktivitas penyedotan pasir di aliran Sungai Tanjung Kapuas, tepatnya di Jalan Lintas Kalimantan Poros Tengah Pana, Kecamatan Sanggau Kapuas, Kabupaten Sanggau, diduga dilakukan tanpa izin resmi. Temuan ini terungkap melalui hasil investigasi Tim AWII Kalbar pada Senin (14/4/2025).


Dalam pantauan lapangan, tim mendapati sebuah kapal ponton di duga milik seseorang berinisial AW tengah melakukan pengangkutan pasir dari dasar sungai. Kapal tersebut tidak memasang papan nama atau keterangan legalitas, yang seharusnya wajib sesuai ketentuan perundang-undangan. Dugaan kuat mengarah pada tidak adanya izin usaha pertambangan, izin lingkungan, maupun dokumen resmi lainnya.


Seorang warga berinisial G yang tinggal di sekitar lokasi menyampaikan keresahannya. “Sungai bisa makin dalam kalau terus dikeruk, bantaran sungai bisa longsor, dan air juga jadi keruh. Kami yang tinggal di dekat sungai mulai merasa tidak aman,” ungkapnya.


Kekhawatiran ini diperkuat oleh para aktivis lingkungan yang menilai aktivitas penyedotan pasir liar berpotensi menyebabkan kerusakan ekosistem sungai. Pasir di dasar sungai memiliki fungsi penting sebagai penyeimbang aliran air dan penahan erosi. Air sungai yang keruh juga berdampak negatif pada nelayan dan masyarakat yang mengandalkan sungai sebagai sumber air bersih.


“Kalau aktivitas ini tidak diawasi, akan menimbulkan bencana ekologis seperti banjir dan longsor. Pemerintah harus bertindak cepat,” ujar salah satu pemerhati lingkungan.


Menanggapi temuan ini, pihak pemerhati lingkungan dan jurnalis investigasi berencana melaporkan dugaan pelanggaran tersebut kepada Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, serta aparat penegak hukum.


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, setiap aktivitas penambangan pasir wajib mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR), serta Izin Lingkungan. Jika terbukti melanggar, pelaku dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 miliar. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan sanksi tambahan sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Tim Investigasi AWII terus mengawal kasus ini dan membuka ruang klarifikasi bagi pihak-pihak terkait demi pemberitaan yang objektif dan berimbang.


Rilis: Yuli

Sumber: Tim Investigasi AWII Kalbar

Lebih baru Lebih lama