Polemik SDN Jeladri, Ahli Waris Angkat Bicara


SAMBAR.ID// PASURUAN - Tuai polemik, buka tutup dari pihak pemerintah dan pihak ahli waris akibat penyegelan yang terjadi di SDN Jeladri 1 berlokasi di Dusun Beringin, Desa Jeladri, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan.

keluh kesah Alex Fernando mewakili pihak keluarga yang mengklaim sebagai ahli waris diluapkan kepada awak media saat ditemui dirumahnya. Dimana, dari pihak sekolah yang menyatakan memiliki bukti yang sah sebagai pemilikan tanah tempat berdirinya SDN Jeladri 1 di ajak duduk bersama. Jum'at (28/2/25)

"Katanya dari Pemerintah punya data-data mulai dari orang tua saya masih hidup sampai meninggal, cuma tidak pernah menunjukkan sampai orang tua saya meninggal. Terus nasib saya bagaimana apakah saya salah ingin tau status tanah itu soalnya saya tiap Tahun membayar pajak terus, hampir 20 tahun keluarga bayar pajak itu," ungkapnya.

"Terus langkah pemerintah itu bagaimana kalau memang ada surat-surat di buka bisa dikatakan adu data sama desa dan ahli waris itu mana yang kuat, tidak usah ke pengadilan," imbuh Alex.

Permintaan mudah dan tak mau bertele-tele dari pihak keluarga yakni, pihak Pemerintah selayaknya merespons agar segera terselesaikan masalah ini. Jika memang bukti kuat adalah pemerintah maka Alex dan pihak keluarga akan melepaskannya. "Ndak usah ke pengadilan, simpel kita audensi, kita duduk bersama, kita lihat data-datanya mana yang valid. Kalau memang pemerintah atau saya ya sudah itu aja. Soalnya tambah Tahun tambah mahal pajak itu," paparnya.

Alex juga menyampaikan keluhan terhadap apa yang di tuduhkan kepada pihak keluarganya yang tidak pernah mengusir atau menutup ataupun menyegel sekolahan tersebut. "Keluarga tidak pernah mengusir atau menyegel sekolah, tidak pernah. Kalau murid-murid itu pindah ke Madin, itu dulu awalnya ada renovasi otomatis murid pindah ke Madin, bukan saya yang membongkar bagunan atau ngusir anak-anak, bukan beritanya di pelintir terus seakan-akan saya orang dzholim," geramnya.

"Saya tidak pernah mengusir anak anak sekolah, itu anak anak pindah ke madin karena tempat nya belajar mau di renovasi , la habis itu saya kan juga kalau direnovasi otomatis pihak pemerintah seakan-akan itu punya pemerintah sampai mau dibangun , la terus saya bayar SPPT ini gimana," jelas Alex.

"Saya nyetop itu bukan nyetop untuk anak anak belajar, saya tidak pernah nyetopnya, saya menyuruh nyetop untuk bekerja untuk membangun itu, saya mau ngurus tanah dulu. Kalau tanah sudah clear entah tanah milik saya atau milik pemerintah, monggo silahkan di ambil," lanjutnya.

"Kalau pemerintah kuat bilang kuat. Bukti bukti itu di perlihatkan di perjelas biar orang tidak salah faham. Se akan akan saya mau mengambil tanahnya pemerintah kan konyol itu, kan gak mungkin saya mau ngambil tanah pemerintah kan hal bodoh bagi saya," tambah Alex.

Kekecewaan juga diutarakan yang mana, pajak tiap tahunnya di bayarnya dan orang tuanya semasa hidup tapi tanah tersebut diakui milik pemerintah. "Saya ini menuntut bayar pajak tiap Tahun, cuman tanah diakui pemerintah maksudnya gimana ini. Jadi dari pihak keluarga adakan audensi kita omong-omongan baik-baik. Kita gimana enaknya kalau memang kedua belah pihak punya data monggo kita adu data kalao memang pemerintah menunjukkan lebih kuat dari saya monggo diambil tanahnya, kalau tidak bisa menunjukkan berarti hak saya." cetus Alex.

Menurutnya, aksi penyegelan bukanlah menutup, namun hanya menunda pembangunan dan agar pemerintah segera merespon menyelesaikan secara baik-baik. "Sebenarnya banner itu bukan penyegelan cuman itu gag nyegel gag nutup . Cuman menyuruh menunda untuk membangun sekolahnya. Kalau soal sekolahan itu roboh saya ndak tau juga, itu hak pemerintah. Kalau saya hanya mempertanyakan statusnya tanah ini bagaimana?," papar Alex dengan terus mengulang kepada awak media.

Ungkapan kekecewaan diletupkan kembali dimana saat kedatangan Wakil Bupati pada Rabu (26/2) tanpa adanya pemberitahuan kepada pihak keluarga ahli waris. "Aku sangat kecewa waktu segelan itu di buka, karena pemerintah punya aturan yang berlaku, beliau datang kesini tanpa ada  pemberitahuan dari desa maupun guru kalau mau meninjau lokasi tersebut jelas kecewa, aku gag nyegel tapi AQ menuntut kejelasan tanah ini bagaimana soalnya AQ bayar pajak terkait tanah ini," bebernya.

Sembari menyegel, ia juga melampiaskan emosi dengan memotong pohon didalam sekolah yang ia ketahui pihak keluarga yang menanam. "Kalau pohon saya tebang itu karena keluarga emosi, jangan semena-mena kalau jadi pemerintah, kan ada aturannya. Dulu yang menanam pohon itu kakek saya, itu tanah saya, itu bentuk perlawanan untuk tanya kejelasan ke pemerintah," geram Alex.

Hal ini, Alex mewakili keluarga berharap masalah puluhan tahun ini segera terselesaikan. "Harapan saya, segera terselesaikan soalnya orang tua saya sampai meninggal sampai sekarang masih belum ada kejelasan. Dulu gak ada tanggapan baru kali ini beritanya bludak. Kepada pihak pemerintah Pasuruan ayow audensi klo ada data ayo tunjukkan saya juga tunjukkan gimana enaknya gak usah menyangkutkan orang lain, jadi imbasnya ke anak-anak, ke masyarakat, biar proses belajar mengajar tetap jalan," pungkasnya.

Biro advokasi selaku pengacara ahli waris juga mengatakan, tanah yang diklaim sebagai milik keluarganya belum pernah dijual ataupun diganti rugi oleh siapapun baik dari pihak pemerintah.

Menurutnya, jika memang pemerintah kabupaten merasa memiliki hak atas tanah yang diduduki SDN Jeladri 1 maka permintaan dari Alex mewakili ahli warisnya itu supaya menunjukkan bukti tertulisnya kalau memang ada jual beli tunjukkan berita acara jual belinya sesuai perundang-undangan.

"Kalau memang ada pembayaran tunjukkan bukti pembayarannya siapa yang bayar siapa yang menerima seperti itu harus terbukti hanya cuap-cuap diliput seolah-olah jadi pahlawan," ujarnya.

Selain itu, pihak keluarga ahli waris tetap tidak berkenan dan melarang adanya aktivitas apapun dilahan yang ditutupi SDN Jeladri 1 karena Alex mewakili keluarga merasa itu punyanya keluarga dengan bukti-bukti yang ada dari letter C atas nama Sutama kakek Alex.

"Dulu beliau itu dapat dari orang tuanya terus tahun 91 tanah yang ditutupi SD itu atas nama pak sutama oleh pak Sutama dihibahkan kepada H. Arcahat yaitu Bapaknya Alex. Makanya kalau memang pemerintah kabupaten itu bijaksana ya seharusnya tidak berstatement dan arogan terhadap ahli waris atau keluarga Alex ini seolah-olah membela kepentingan masyarakat pada umumnya tapi di situ tidak memberikan bukti bahwa itu tanahnya pemerintah sehingga hak dari orang lain terzalimi yaitu hanya keluarga dari si Alex,

Ia berharap, masalah ini dengan mengedepankan mediasi musyawarah mufakat secara kekeluargaan. "Kalau merasa punya hak silahkan gugat, artinya harus diselesaikan di pengadilan padahal pengadilan sendiri itu dalam bermain nomor 1 tahun 2016 tentang mediasi mengamanahkan memberikan atau menginstruksikan menganjurkan suatu perkara ternyata harus dilalui dengan mediasi itu mahkamah agung yang mengeluarkan dari peradilan di Indonesia," jelasnya.

Ia juga menambahkan. "Pemerintah yang seharusnya mengayomi masyarakat, seharusnya menyelesaikan masalah di masyarakat itu kecuali sudah ada di proses peradilan maka monggo lah bersikap tegas, jangan sampai menjadi keruh permasalahan ini," tutupnya. (Ilmia)
Lebih baru Lebih lama