Sambar.id Pekalongan - Sejumlah orang tua siswa SMPN 1 Paninggaran mengajukan klarifikasi terkait ketidaksesuaian pencairan dana Program Indonesia Pintar (PIP). Dalam surat yang mereka kirimkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan, mereka mengungkapkan bahwa anak-anak mereka tercatat menerima dana PIP beberapa kali, namun dalam kenyataannya, mereka hanya menerima sebagian atau bahkan tidak sama sekali.
Keanehan pertama muncul dari kasus Evi Zaskia, yang berdasarkan data tercatat menerima PIP sebanyak empat kali. Namun, orang tuanya, Efanto, hanya mengetahui adanya dua kali pencairan dan mengaku tidak pernah menerima buku rekening Bank BRI yang seharusnya digunakan untuk pencairan dana tersebut.
Hal serupa juga dialami oleh M. Anandy Ilham, yang menurut data mendapatkan bantuan PIP pada tahun anggaran 2020 dan 2021. Namun, hingga ia lulus, keluarganya tidak pernah menerima pencairan tersebut maupun buku rekening yang menjadi hak mereka.
Sementara itu, Khayati, siswa lain di SMPN 1 Paninggaran, seharusnya menerima PIP pada tahun 2021, 2022, dan 2023. Namun, keluarganya hanya menerima pencairan sebesar Rp350.000 pada tahun 2023 menjelang kelulusan. Seperti kasus lainnya, mereka juga tidak pernah menerima buku rekening yang menjadi bagian dari prosedur pencairan PIP.
Kejanggalan dan Potensi Pelanggaran Hukum
Berdasarkan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar, dana PIP disalurkan langsung ke rekening siswa melalui bank penyalur, dalam hal ini Bank BRI. Siswa atau orang tua berhak memperoleh buku rekening untuk memastikan transparansi pencairan.
Keanehan yang terjadi di SMPN 1 Paninggaran menunjukkan beberapa indikasi pelanggaran, antara lain:
1. Tidak diserahkannya buku rekening kepada penerima manfaat, yang seharusnya menjadi sarana utama pencairan. Ini bertentangan dengan mekanisme pencairan dalam Petunjuk Teknis (Juknis) PIP Tahun 2023, yang menyebutkan bahwa setiap penerima wajib memiliki akses ke rekening pribadi mereka.
2. Perbedaan jumlah pencairan dengan data resmi, yang berpotensi menimbulkan pertanyaan apakah dana tersebut disalurkan sebagaimana mestinya atau terjadi pemotongan yang tidak sah.
3. Kurangnya transparansi pihak sekolah atau pihak terkait dalam menginformasikan hak-hak siswa penerima PIP, yang dapat dikategorikan sebagai kelalaian administratif atau bahkan penyalahgunaan kewenangan berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tuntutan Transparansi dan Investigasi
Para orang tua kini menuntut klarifikasi dan audit terkait pencairan dana PIP di SMPN 1 Paninggaran. Mereka berharap pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan segera melakukan verifikasi dan menindaklanjuti temuan ini.
"Sebagai orang tua, kami hanya ingin kejelasan. Jika memang ada hak anak kami yang belum diberikan, kami ingin dana itu dikembalikan sesuai ketentuan," ujar Efanto, salah satu orang tua yang mengajukan klarifikasi.
Kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius, mengingat PIP adalah program bantuan pendidikan yang bertujuan membantu siswa dari keluarga kurang mampu. Tanpa transparansi dan pengawasan yang ketat, tujuan mulia program ini bisa terhambat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Masyarakat kini menunggu respons dari pihak terkait. Akankah kasus ini diusut tuntas? Ataukah akan menjadi lembaran baru dari potret buram pengelolaan bantuan pendidikan di daerah.(* )