Sambar.Id Gorontalo - Gedung Kantor Pos dan Eks Rumah Jawatan Kantor Pos di Kota Gorontalo memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Di tempat inilah Nani Wartabone dan para pejuang lokal memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo pada Hari Jum'at 23 Januari 1942. Namun, status kepemilikan gedung ini kini dipertanyakan karena telah beralih menjadi milik pribadi seorang pengusaha, Jimmy Widjaja, dengan rencana pembangunan hotel Swiss Bell di lokasi tersebut. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran atas keberlangsungan cagar budaya tersebut.
Dahulu Gedung Kantor Pos dan Eks Rumah Jawatan Kantor Pos di Kota Gorontalo dirampas Nani Wartabone dari tangan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka gedung diwariskan ke pihak Kantor Pos dan Telegraf Indonesia.
Kini tanah dan bangunan tersebut menjadi milik Jimmy Widjaja, seorang pengusaha nasional.
Sejarah dan Nilai Penting Gedung Kantor Pos Gorontalo Serta Rumah Jawatan Kantor Pos Gorontalo
Gedung ini bukan sekadar bangunan fisik, melainkan juga simbol perjuangan dan patriotisme masyarakat Gorontalo. Setiap tahun, peringatan Hari Patriotik 23 Januari 1942 diselenggarakan untuk mengenang peristiwa bersejarah yang terjadi di tempat tersebut. Oleh karena itu, gedung ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat setempat dan bangsa Indonesia secara umum.
Permasalahan Status Kepemilikan
1. Tidak Jelasnya Proses Peralihan Kepemilikan
* Tidak diketahui secara pasti kapan dan bagaimana gedung ini beralih menjadi milik pribadi.
* Kurangnya transparansi dalam proses transaksi dan penjualan menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitasnya.
* Tidak jelas pula mengapa Pemkot Gorontalo menjadikan bangunan tersebut menjadi cagar budaya, jika telah diketahui menjadi milik swasta.
2. Ancaman Terhadap Keberadaan Cagar Budaya
* Dengan kepemilikan pribadi, bangunan bersejarah ini terancam diubah fungsinya.
* Rencana pembangunan hotel dapat menghilangkan jejak sejarah yang seharusnya dilestarikan.
Keputusan Walikota dan Status Cagar Budaya
Pada 7 Februari 2020, Walikota Gorontalo, Marthen A. Taha, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 126/10/II/2020 yang menetapkan gedung tersebut sebagai cagar budaya. Keputusan ini menunjukkan upaya pemerintah daerah dalam menjaga situs sejarah. Namun, status cagar budaya ini belum cukup kuat untuk mencegah rencana pembangunan hotel oleh pemilik baru.
Reaksi dan Penolakan dari Keluarga Nani Wartabone
Syarief Hippy, Arisman Wartabone, Irwan Hulukati merupakan perwakilan keluarga besar Nani Wartabone, menolak tegas pembangunan hotel di lokasi tersebut. Hal ini mencerminkan suara dari masyarakat yang ingin mempertahankan nilai sejarah gedung tersebut.
Argumen dalam Menjaga Cagar Budaya
1. Nilai Sejarah yang Tak Ternilai
* Bangunan bersejarah memiliki makna yang lebih dari sekadar fisik, tetapi juga simbol identitas dan kebanggaan daerah.
* Kehilangan gedung ini berarti menghapus salah satu bagian penting dari sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia.
2. Dampak Sosial dan Budaya
* Menghilangkan cagar budaya dapat merusak ingatan kolektif masyarakat terhadap sejarah lokal.
* Generasi mendatang kehilangan kesempatan untuk belajar langsung dari situs bersejarah.
3. Legalitas dan Perlindungan Cagar Budaya
* Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengatur perlindungan terhadap bangunan bersejarah.
* Pemerintah dan masyarakat harus memastikan bahwa status cagar budaya dihormati dan dipertahankan.
Alternatif Solusi
1. Revitalisasi dan Pelestarian Gedung
* Pemerintah dapat melakukan revitalisasi dengan tetap mempertahankan bentuk asli gedung.
* Gedung dapat dialihfungsikan menjadi museum atau pusat edukasi sejarah lalu dilakukan negosiasi tentang pembagian pendapatan dengan pemiliknya.
2. Negosiasi dengan Pemilik Baru
* Pemerintah dan masyarakat dapat bernegosiasi dengan Jimmy Widjaja untuk mencari solusi terbaik.
* Alternatif lain adalah pemerintah menebus kembali gedung tersebut untuk dijadikan aset nasional.
3. Penguatan Regulasi dan Pengawasan
* Pemerintah daerah harus memperkuat kebijakan perlindungan cagar budaya.
* Masyarakat dan aktivis budaya harus terus mengawal keputusan terkait gedung ini agar tidak hilang akibat kepentingan komersial.
Kesimpulan
Gedung Kantor Pos dan Eks Rumah Jawatan Kantor Pos di Gorontalo adalah simbol perjuangan yang tidak boleh dihilangkan. Kepemilikan pribadi dan rencana pembangunan hotel menimbulkan ancaman serius terhadap nilai sejarah yang dikandungnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pemilik baru untuk menjaga kelestarian cagar budaya ini. Regulasi yang lebih ketat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya sejarah adalah kunci untuk melindungi warisan berharga ini agar tetap ada bagi generasi mendatang.
( shinta 04 )