Direktur Eksekutif LKBHMI Cabang Makassar, Alif Fajar mengatakan bahwa Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) terkesan tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum serta seolah-olah melindungi pelaku beredarnya produk skincare berbahan terlarang di Kota Makassar.
“Yang janggal pada kasus ini yaitu dari 6 temuan produk yang mengandung bahan berbahaya, Polda Sulsel hanya menjerat dan menetapkan 3 pemilik produk sebagai tersangka. Sedangkan pelaku peredaran produk yang lain yaitu merek NRL, Maxie Glow dan Bestie Glow kenapa tidak diproses hukum? Ada apa?” Jelas Alif Fajar, Minggu (23/03/2024).
Diketahui sejak 8 November 2024 yang lalu, Polda Sulsel bersama BPOM secara resmi telah merilis temuan 6 produk skincare yang mengandung bahan berbahaya di Sulawesi Selatan yaitu produk bermerek :
1. Fenny Frans (FF)
2. Ratu Glow / Raja Glow (RG)
3. Mira Hayati (MH)
4. Maxie Glow
5. Bestie Glow
6. NRL
Publik menilai penegakan hukum dalam kasus tersebut tidak profesional dan terkesan memberi perlakuan khusus dan melindungi pelaku kejahatan skincare ilegal tersebut.
Alif Fajar pun mempertanyakan isu-isu yang berkembang di masyarakat bahwa terdapat beking besar di belakang pelaku peredaran kosmetik ilegal di Sulawesi Selatan khusunya di Kota Makassar.
“Betulkah isu yang berkembang di masyarakat adanya beking dan main mata antara Polda Sulsel dengan para pemilik (owner) skincare terebut sehingga hal demikian terjadi? Ini menjadi tanda tanya yang harus segera direspon dan dijawab oleh Polda Sulsel.” Ujar Alif Fajar.
Alif Fajar juga mengurai aturan hukum dan ancaman pidana terhadap kegiatan produksi dan perdagangan produk kosmetik ilegal atau berbahan terlarang di Indonesia sebagai berikut :
- Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar;
- Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar;
- Memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Aktivis jebolan Fakultas Hukum UMI Makassar ini pun mendesak Polda Sulsel untuk segera memproses dan menetapkan tersangka pelaku produksi dan peredaran produk Kosmetik NRL, Maxie Glow dan Bestie Glow kosmetik yang terbukti mengandung bahan berbahaya.
Tak hanya itu, dirinya juga mendesak agar Polda Sulsel mengusut dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para pelaku kasus skincare terlarang di Makassar sebagai langkah untuk menjamin perlindungan konsumen dan rehabilitasi dampak buruk terhadap kesehatan para korban.
Alif Fajar juga menyatakan LKBHMI Cabang Makassar terus mendukung segala upaya dan langkah BPOM RI serta Aparat Penegak Hukum (APH) dalam memberantas praktek kejahatan pada produksi dan peredaran kosmetik ilegal di Indonesia khusunya di Kota Makassar yang mengakibatkan resiko dan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat.