JAM-Pidum Menyetujui 5 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencarian Di Musi Banyuasin



Sambar.Id Jakarta || Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 5 (lima) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Kamis, 6 Maret 2025.


Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Aldo bin Samsul (Alm) dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-5 KUHP.


Kronologi dimulai pada Jumat 20 Desember 2024 sekitar pukul 08.00 WIB, Tersangka Aldo bin Samsul (Alm) sedang berada dikontrakan bersama Saksi Arpani bin Yanto dan Saksi M. Hafiz Iqbal Sirait bin Adnan Sirait.


Pada saat Tersangka Aldo Bbn Samsul (Alm) akan membeli rokok, diperjalanan Tersangka melihat rumah milik Korban Rendy Apriadi bin Agus Salim (Alm) yang pintunya dalam keadaan tergembok. Lalu Tersangka langsung menuju ke belakang rumah Korban, kemudian Tersangka mendapati tojok dan langsung mencongkel dinding yang terbuat papan rumah Korban dan langsung masuk ke dalam rumah.


Tersangka langsung menuju dalam kamar depan dan Tersangka melihat bahwa di lemari yang sudah terbuka dan mengambil 1 (satu) buah tas warna hitam yang berisi uang berjumlah Rp.52.000 (lima puluh dua ribu rupiah), setelah mengambil uang tersebut Tersangka kembali masuk kedalam kamar lainnya dan membuka lemari pakaian yang terbuat dari kayu. 


Tersangka mengambil 2 (dua) Unit Handphone yaitu 1 (Satu) unit Hp merk Oppo Reno 6 warna hitam dan 1 (satu) unit Hp Oppo A53 warna hitam dan memasukkan kedalam kantong celana Tersangka, lalu Tersangka kemudian keluar dari rumah Korban.


Hari Sabtu tanggal 21 Desember 2024, Tersangka mendatangi Sdr. Man untuk menggadaikan 1 (satu) unit HP OPPO A53 warna hitam seharga Rp. 350.000, kemudian uang tersebut tersebut digunakan untuk membayar ojek dari Keluang menuju Muara Teladan Rp. 50.000. Lalu memberikan kepada istri untuk membeli obat anak sejumlah Rp. 260.000 dan sisanya digunakan untuk keperluan hidup Tersangka. 


Sekira pukul 20.30 WIB, Tersangka menemui Sdr Isal untuk menggadaikan 1 (satu) unit HP Reno 6 warna hitam seharga Rp300.000 yang kemudian uang sejumlah Rp. 200.000 untuk membeli susu anak dan sisanya untuk keperluan hidup Tersangka.


Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Tersangka tersebut mengakibatkan Saksi Sudirman bin Sumar mengalami kerugian kurang lebih Rp.702.000 (tujuh ratus dua ribu rupiah).


Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin Roy Riady, S.H., M.H., Kasi Pidum Armen Ramdhani, S.H M.H serta Jaksa Fasilitator Haryanto Widjaja, S.H., dan Lehavre Abeto Hutasuhut, S.H., M.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.


Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan. 


Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Dr. Yulianto, S.H., M.H.


Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis 6 Maret 2025.


Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 4 perkara lain yaitu:


Tersangka Abdul Hamid dari Kejaksaan Negeri Manggarai, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.


Tersangka Agus Sunarto bin Saidi dari Kejaksaan Negeri Wonogiri, yang disangka melanggar Pasal 353 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan dengan Rencana dan Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Perusakan.


Tersangka Ridwansyah Dawolo alias Ama Hilda dari Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.


Tersangka Siti Hajar Buhang alias Dadas dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang­Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:


Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;


Tersangka belum pernah dihukum;


Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;


Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;


Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;


Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;


Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;


Pertimbangan sosiologis;


Masyarakat merespon positif.


“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (K.3.3.1)

Lebih baru Lebih lama