Ketidaknyamanan dan kerusakan infrastruktur akibat galian batu memicu kekhawatiran masyarakat.
Warga minta keluhannya harus didengar.
SAMBAR. ID, BATAM - Aktivitas galian batu yang marak di Tanjung Uncang kini menjadi sorotan, menimbulkan kepedulian mendalam di kalangan warga setempat. Kegiatan ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Dalam beberapa bulan terakhir, dampak negatif dari galian batu semakin terasa. Debu yang beterbangan dari lokasi galian telah mengganggu kesehatan warga. Salah seorang penduduk, Cik Mat, mengungkapkan, “Kami hampir setiap hari berurusan dengan batuk dan iritasi pernapasan.” Kondisi ini mengkhawatirkan, terutama bagi anak-anak dan orang lanjut usia yang lebih rentan terhadap masalah pernapasan.
Selain isu kesehatan, aktivitas ini juga berdampak pada infrastruktur. Jalan dan bangunan di sekitar lokasi galian mengalami kerusakan yang signifikan, menyebabkan ketidaknyamanan dan potensi bahaya bagi pengguna jalan. Masyarakat juga merasa cemas akan kemungkinan bencana alam, seperti tanah longsor, yang dapat terjadi akibat penggalian yang tidak terencana. “Kami sangat khawatir, karena lokasi ini rentan terhadap tanah longsor jika aktivitas ini terus berlanjut,” keluh Cik Mat.
Tuntutan kepada Pemerintah Kota Batam untuk mengambil tindakan tegas semakin menguat. Masyarakat mendesak supaya lingkungan dan keselamatan mereka tetap terjaga. Rencana pembangunan Musholla Tanjung Uncang (MTQ) di dekat lokasi galian batu juga memicu perdebatan. Warga beralasan bahwa melanjutkan pembangunan dalam kondisi lingkungan seperti ini dapat memperburuk situasi. “Kami khawatir jika pembangunan ini dilanjutkan, keadaan lingkungan bisa semakin parah,” ungkap seorang warga.
Pihak berwenang, termasuk Polda Kepri, hingga kini belum memberikan klarifikasi resmi tentang rencana penghentian aktivitas galian batu atau pembangunan MTQ tersebut. Selain itu, muncul tudingan mengenai dugaan keterlibatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, Herman Rozie, dalam praktik ilegal galian batu. “Kami berharap pihak berwenang segera menyelidiki masalah ini agar keadilan dapat ditegakkan,” ujar seorang warga dengan harapan.
Sementara itu, pihak pengelola galian batu, yang dikenal dengan inisial AH, belum memberikan respons resmi terhadap tudingan pelanggaran yang terjadi. Ketika media mencoba menghubungi, anggota tim AH menolak memberikan keterangan lebih lanjut.
Dengan gelombang protes dari masyarakat, mereka mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap aktivitas galian batu agar kerusakan lingkungan dapat diminimalkan. “Kami ingin hidup di lingkungan yang aman dan sehat, bukan di lokasi yang dipenuhi dengan ancaman,” tutup Cik Mat, menggambarkan harapan dan keresahan warga Tanjung Uncang.
Situasi ini jelas memerlukan perhatian serius dari semua pihak, mengingat betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan demi masa depan yang lebih baik bagi masyarakat.
Pewarta : Guntur Harianja