SAMBAR.ID, Palu, Sulteng - Lambannya dan simpang siurnya Penerbitan Sertifikat Elektronik di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu menuai pro kontra di masyarakat, pasalnya banyaknya keluhan pengurusan pertanahan yang tumpang tindih atau disclaimer.
Hal tersebut diungkapkan salah satu Advokat Kota Palu , Adv. Herman Adhyana Saputra, S.H juga mengeluhkan pelayanan administrasi berbelit dan lambannya pengurusan lokasi tanah miliknya yang diduga salah pengukuran dan tumpang tindih.
Tak berselang lama pihaknya didampingi Danramil 1306-16/Palu Selatan, Lettu Cba. Agus Budiman bersama rekan media Sambar.Id langsung menyambangi Kantor BPN Kota Palu, di Jalan R.A Kartini, Lolu Selatan, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu.
Setibanya di Kantor ATR/BPN Kota Palu dirinya bersama Danramil 1306-16/Palu Selatan bersama awak media sempat menunggu hingga satu jam untuk mengkonfirmasi pejabat Kepala BPN, dan Alhasil diarahkan menemui Kasi II Bidang PHTP.
"Hal ini apakah ada kesengajaan oleh pihak BPN Kota Palu, membuat kita masyarakat jadi membayar double hingga ratusan ribu dan juga menyita waktu begitu lama hingga berminggu-minggu," k kepada awak media ini, Rabu, (12/02/2025).
Merespon hal tersebut, Kepala Kantor BPN Kota Palu, Jusuf Ano yang diwakili Kepala Seksi (Kasi) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT), Syariatudin menerangkan sejak Peralihan sistem analog ke digital di Kementerian ATR dimulai sejak tahun 2020-2021.
Kemudian nantinya kedepannya pihak BUMN, salah satunya BPN/ATR akan menerapkan sistem Era digital 2026 kedepan, dimana penggunaan teknologi pengukuran yang canggih tak lepas dari kendala serta hambatan.
"Saat ini kami sudah menggunakan alat ukur drone dan foto udara telah diterapkan untuk meningkatkan akurasi pengukuran, terkait kendala kesalahan atau human eror pengukuran alias kelalaian dilapangan, kami akui itu kesalahan pihak kami," katanya.
Masalah tumpang tindih sertifikat tanah masih terjadi meskipun sudah menggunakan sistem elektronik, disebabkan oleh kesulitan dalam mengurus dokumen discalimer di kelurahan setempat dengan menggunakan Kadaster (sistem administrasi pertanahan).
"Proses alih media dari analog/manual ke digital menghadapi banyak tantangan dan hambatan dalam layanan publik salah satunya kasus pak Herman ini, olehnya Pentingnya kepastian hukum alias Akta dalam penguasaan tanah dan pajak bangunan melalui sertifikat elektronik," terangnya lagi.
Olehnya itu lanjutnya, pentingnya membangun sistem yang lebih efektif untuk menangani tumpang tindih kepemilikan tanah, termasuk verifikasi lokasi secara langsung. Meningkatkan aksesibilitas dan transparansi dalam proses pendaftaran sertifikat elektronik.
"Kami akan berupaya dan memaksimalkan teknologi pengukuran yang lebih canggih guna meminimalisir kesalahan pembuatan sertifikat tanah," bebernya.
Kemudian akan mendorong kolaborasi antara pihak terkait alias sinergitas stakeholder menyelesaikan problem kepemilikan tanah yang rumit dalam hal ini Pemerintah, Kelurahan, serta Sinergitas TNI-Polri.
Harapan kedepannya, pihak ATR/BPN akan terus mengedukasi masyarakat tentang prosedur dan hak mereka terkait kepemilikan tanah dan sertifikat elektronik, meminimalisir permasalahan, konflik serta tumpang tindih seperti kasus yang baru ini terjadi. (Red/**)