Dinilai Tak Pecus Bekerja, Warga Masyarakat Tuntut BPD Desa Mayong Lor Dipecat


SAMBAR.ID, JEPARA- Kekecewaan warga masyarakat atas kinerja BPD desa Mayong Lor akhirnya diselesaikan dengan cara mediasi dengan berbagai pihak di Aula Polsek Mayong, Selasa, 17 Desember 2024.


Mediasi dan Rekonsiliasi ini  berlangsung mulai pukul 13.00 WIB, dengan dihadiri oleh Camat Mayong Umrotun, S.Sos., M.H., Iptu Yusron Kapolsek Mayong, Kapt. Infantri Alex Efendi Danramil Mayong, Fatkhan, S.AK PLT. Sekcam Mayong, Musha, S.H. Kasi Trantibum Kecamatan Mayong, Budi Agus Triyanto, S.P, S.IP Petinggi Mayong Lor, Syaiful HD Pembina Jantiko, serta berbagai element lainnya. Minggu 12 Januari 2025.


Diketahui bahwa perseteruan yang diadvokasi oleh JANTIKO (Jaringan Anti Korupsi) ini, terjadi sebagai akibat dari Kekecewaan warga masyarakat terhadap kinerja BPD dan Kepala Desa desa Mayong Lor, yang tidak segera mengajukan pengisian kekosongan perangkat desa.



Dari Kekecewaan tersebut, warga masyarakat desa Mayong Lor memasang spanduk dan menuntut agar BPD Desa Mayong Lor dicopot. Mereka beralasan, bahwa BPD yang tidak segera mendorong kepala desa untuk mengusulkan pengisian kekosongan perangkat desa dinilai tidak pecus bekerja, dan hanya menghabiskan anggaran saja.


Yang sangat disayangkan, dalam upaya rekonsiliasi yang isinya akan dilakukan pengisian kekosongan perangkat desa tersebut, Petinggi justru menolak menandatangani kesepakatan hasil mediasi dengan alasan yang tidak jelas, meskipun akhirnya Petinggi terpaksa menandatangani setelah didesak oleh Camat, Kapolsek & Danramil. 


Lebih dari itu, pada audensi tersebut Petinggi Budi Agus Triyanto justru melakukan upaya perlawanan terhadap aksi masa dalam mengawal pelaksanaan aspirasi masyarakat guna terwujudnya demokrasi. Petinggi justru mengerahkan lebih dari 200 pendukungnya yang terdiri dari ketua RT RW bersama istri, kelompok PKH & ibu2 PKK, sebagai demo tandingan atas upaya demokrasi warga.


Hal ini dinilai sebagai sikap seorang petinggi yang tidak responsif dalam mendengar dan menampung aspirasi masyarakat, yang seharusnya Petinggi sebagai seorang pejabat publik, mestinya mengakomodir suara masyarakat yang untuk selanjutnya dibahas dan diputuskan dalam rapat desa dengan BPD.


Sikap Petinggi yang menolak pengisian kekosongan perangkat desa itu justru memunculkan berbagai penilaian masyarakat. Sebagian masyarakat berasumsi, bahwa kekosongan perangkat desa tersebut justru dimanfaatkan oleh Petinggi dalam mengelola penggunaan hasil garapan atau sewa bengkok perangkat yang kosong.



"Kalau perangkat tidak diisi, yang mengelola bengkoknya siapa?, bisa saja kalau tidak diisi, bengkoknya dimanfaatkan oleh Petinggi sendiri, sedangkan pelayanan masyarakat terhambat karena tidak adanya perangkat desa yang kosong itu", ujar Syaiful HD Pembina Jantiko.



Sumber : Pembina Jantiko Jepara

(Toni)

Lebih baru Lebih lama