Sambar.Id Mukomuko Bengkulu – Praktik perambahan hutan di Kabupaten Mukomuko sudah sangat menghawatirkan. Bukan hanya berdampak pada ancaman bencana alam ke depan 11/01/2025.
Juga saat ini sudah merusak ekosistem dan terdampak pada habitat satwa liar. Bahkan saat ini satwa liar seperti harimau sumatera sudah turun ke pemukiman warga.
Lebih parahnya sudah menimbulkan korban jiwa, warga Desa Tunggal Jaya, Kecamatan Teras Terunjam, yang dimangsa harimau hingga tewas pada, Rabu (8/1) lalu.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Sambar.id, saat ini Mukomuko setidaknya memiliki 3 Hutan Produksi (HP), tiga HPT, dan dua Hutan Produksi Konservasi (HPK), dengan total luasan 80.022 Hektare (Ha).
Dengan Rincian Sebagai Berikut:
1. HP Air Rami: 5.058 Ha
2. HP Air Teramang: 4.780 Ha
3. HP Air Dikit: 2.260 Ha
4. HPT Air Ipuh I: 22.260 Ha
5. HPT Air Ipuh II: 16.748 Ha
6. HPT Air Manjuto: 25.970 Ha
7. HPK Air Manjuto: 2.891 Ha
Dimana kondisi HP, HPT, dan HPK termasuk kabarnya sudah masuk hingga ke Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ikut dirambah oleh oknum warga.
Hal ini mendapat sorotan dari Aktivitas lingkungan KB.mukomuko musfar Rusli Menyayangkan hingga saat ini tidak adanya keseriusan dari instansi terkait.
Baik itu ditingkat Pemerintah Provinsi, maupun Kabupaten. Tentu semakin menguatkan opini bahwa dugaan para perambah hutan ini dibekingi oleh aktor kuat.
” Padahal ini sudah menjadi rahasia umum, namun bisa kita lihat, apa langkah instansi terkait untuk menindak lanjuti permasalahan ini? Tentu kita tidak melihat adanya keseriusan mereka dalam menindak pelaku perambah hutan di Mukomuko ini,” ungkap Musfar rusli.
Masih dilanjutkan musfar, selaku masyarakat Mukomuko, dirinya meminta seluruh stakeholder terkait kembali melakukan penataan ulang.
Karena tiga unsur dampak dari perambahan hutan secara ugal-ugalan ini sudah mengganggu lingkungan, habitat satwa, dan bahkan sudah menimbulkan korban jiwa.
Selain itu kegiatan perambahan hutan akan merugikan kelestarian ekosistem hutan, kerusakan vegetasi, kerusakan lahan dan berpotensi untuk menyebabkan bencana alam seperti banjir, longsor, dan kekeringan.
Atas tindakan pembiaran tersebut, maka sesuai dengan PP 104 UU P3H 2015 (Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan), dapat dipidana.
Bahkan pelaku mendapat ancaman kurungan penjara 15 tahun serta denda mencapai Rp 100 miliar.
” Kita minta kepada Presiden, Prabowo, juga kepada seluruh Kementerian terkait, untuk respon permasalahan yang sudah urgent ini. Karena kita lihat APH disini pun seperti tidak berkutik terhadap permasalahan ini,” sambutnya.
Juga ditemukan adanya indikasi selain alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit, juga ada dugaan jual beli lahan secara illegal, juga praktik lainnya seperti illegal logging.
” Kita sangat sayangkan, mereka tidak tau dengan baik fungsi Hutan Lindung ini sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah,” tutupnya.
Sj