SAMBAR.ID, *PATI-* Dengan alasan penataan lahan pangan pertanian, beberapa aktivitas tambang galian C yang mayoritas tidak mengantongi izin operasi di wilayah Pati, dinilai telah melenceng dari tujuan semula. Jum'at 27 Desember 2024.
Bagaimana tidak?
Pada saat paguyuban penambang audiensi dengan komisi A DPRD Kabupaten Pati pada hari Rabu (25/09/24) di ruang depan kantor dewan, para peserta aksi ini menyampaikan bahwa maksud baik mereka untuk menata lahan pertanian demi meningkatkan hasil produksi tani.
Tetapi pada praktiknya di lapangan, aktivitas mereka tidak sebatas Penataan lahan namun lebih kepada aktivitas penambangan galian C. Tak tanggung-tanggung, galian C yang dilakukan mencapai kedalaman 5-10 meter. Apakah ini masuk kategori Penataan lahan ataukah galian tambang.
Diketahui bahwa pada 17/18 Desember 2024, pihak ESDM, PU-PR, Pihak Kecamatan Kayen, Pol PP dan pemerintah desa Sumbersari turun di lokasi tambang galian C desa Sumbersari Dukuh Lemah Bang kecamatan Kayen, tak jauh dari mushola Masjid Al-Ikhlas, untuk menyampaikan teguran kepada pelaku tambang, bahwa aktivitas tersebut dinilai sudah bukan lagi Penataan lahan dan berpotensi merusak lingkungan.
Masyarakat pun mendukung penuh kepada pihak berwenang untuk melakukan penertiban usaha penambangan rakyat agar dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasalnya, apabila peraturan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, akan menyebabkan disparitas di tengah masyarakat. Di sekelompok orang sangat diuntungkan dengan jalan ilegalnya, namun sebagian besar lainnya hanya menjadi objek dan cenderung menjadi korban secara langsung maupun tidak langsung.
ESDM wilayah Kendeng Muria menjadi tumpuan harapan warga masyarakat di sekitarnya untuk benar-benar bertindak tegas kepada para pelaku tambang, dan dipastikan bahwa mereka sudah mengantongi izin eksplorasi dan operasi produksi.
Dari perilaku pencurian tanah secara ilegal tersebut, dampak yang diterima masyarakat selama ini sungguh sangat ironis. Mulai dari infrastruktur jalan penghubung Kayen-Maitan mengalami rusak parah, banjir melanda tiap turun hujan hingga ketinggian satu meter, debu yang menyebabkan polusi udara serta usaha perdagangan tidak laku karena barang dagangan di toko sarat dengan kotoran debu.
Dari sisi PAD retribusi pajak daerah, apakah mereka berkontribusi untuk kerusakan infrastruktur tersebut?
Tentu tidak, karena aktivitas ilegal pastinya tidak terdaftar di perizinan baik DLH maupun ESDM dan MPP.
Lalu siapakah yang paling diuntungkan dari aktivitas tambang tanpa izin tersebut? Namun yang pasti, bahwa ribuan bahkan puluhan ribu warga menjadi korban kerusakan lingkungan dampak dari perbuatan-perbuatan tak bertanggung jawab oleh beberapa gelintir orang.
Sungguh ironis!!
Bila diperhatikan lebih dalam, sungguh sangat tidak memenuhi rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena dari keuntungan yang didapat sekelompok oligarki tersebut, tidak berbanding lurus dengan dampak kerugian yang diderita oleh puluhan ribu masyarakat yang menjadi objek penderita.
Haruskah kita diam melihat disparitas dan ketimpangan di depan mata kita?
Sumber : Sumadi