SAMBAR.ID, OPINI - Berbagai pergumulan hidup sering diangkat (baca :terinspirasi !) menjadi sebuah maha karya sastra berupa sajak atau puisi yang dapat menyentuh sampai ke dalam batin dan jiwa raga ini.
Semisal, apa yang dialami kali ini mengangkat sebuah diagnosa penyakit menjadi dua sajak terbaru yang terkait berjudul "Penyair Berjalan Tanpa Kaki Kiri " serta " Sajakku Terkapar Di Telapak Kaki Kiri".
Penderitaan kesakitan yang terus menerus tanpa kesembuhan-dan saat ini sedang terapi sinar ultrason di sebuah rumah sakit milik pemerintah daerah- membuat saya makin semangat untuk menulis kedua sajak ini.
PENYAIR BERJALAN TANPA KAKI KIRI
penyair berjalan tanpa kaki kiri
menuju poli
dindingnya saraf-saraf hati
atapnya terkelupas jadi gunung kapur
usia yang sering kabur
sejak pagi tadi
di lantai pesakitan
kita mau berdansa
sebab matahari terbit
sudah ditebar satu setengah bulan
siapa mencari luka jatidiri
penyair berjalan tanpa kaki kiri
sia-sia baca puisi
saat terapi
akan berakhir di ranjang operasi
lalu dengan nyanyian amarah
dibakarnya ruang radiasi
rumah sakit dengan diagnosa mengerikan
pedih
perih
kita harus melarikan diri, pesanmu
meninggalkan semua catatan medis ini
antara kecerdasan dan kedegilan
penyair harus terus berjalan tanpa kaki kiri
Jakarta, Selasa 5 November 2024
SAJAKKU TERKAPAR DI TELAPAK KAKI KIRI
1//
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
sejak kudaki tubuh laut
kian tua
tanpa ombak
tanpa ikan
saling terbang
di dermaga sudut kotamu
lalu mendarat dengan duka cita
di seberang pulau kecil
diasingkan
di atas mercusuar
tegak berdiri
dengan kidung batu hitam
ditulis ribuan tahun
jadi keterasingan diri
menyatu dengan syair-syair
milik pujangga tua
muncul dari bawah
semenanjung tanah adat
bangsa melayu
2//
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
di atas bebukitan dingin membeku
nyaris ditiup angin
musim cuaca terbakar
digelar kemah
pembantaian darah domba
tanpa suara
usai ibadah
dengan doa syafaat
yang bercampur dengan asap dapur
kenikmatan hari perhentian
gempa bumi di negeri sendiri
diselesaikan terburu-buru
dengan baca sepenggal
kitab suci
nyanyian harmonika tua
dari sepasang lelaki
yang lahir dari rahim permukiman hewan-hewan liar
mabuk tiap dinihari
3//
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
membawa satu tekad
kesembuhan abadi
dengan terapi
tulang-tulang ultrason
tanpa bersalin
napsu birahi liar
hanya jari-jari tangan
menari-nari di tubuh sajakku
aku berteriak kesakitan
sebab masa mendatang
tanpa pengharapan
hanya iman makin melelahkan
berakar dan berbuah
di rumah ibadah
selalu tersembunyi
dalam roh
hati ini
4//sajakku terkapar di telapak kaki kiri
ingin menjemput maut bersinar
tanpa airmata
atau suara persungutan
di padang pasir bangsa kafir
lalu segera berenang
dengan nyanyian ramah
di sebuah kolam kekeringan
kedua kaki memanjang
dihitung delapan kali pertemuan
entah sampai kapan
Jakarta, Minggu 10 Nov 2024
(Pulo Lasman Simanjuntak)