Keluarga Korban Pembacokan Di Cicurug Naik Banding, Karena Kecewa Atas Putusan Pengadilan.

SAMBAR.ID// SUKABUMI , merasa kecewa atas putusan pengadilan negeri Cibadak dengan petikan/ putusan No 20/ pid-sus-anak / 2024 / PN -  Cibadak terhadap ke dua tersangka berinisial SM, M (16) dan BMF (15). 


Pihak keluarga dari Almarhum Muhamad Gading Prayana (15) yakni korban penganiayaan dan pembacokan hingga meninggal dunia yang terjadi  di Kampung Cicewol RT 02/01, Desa Mekarsari, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, 28 Agustus 2024 Lalu Naik Banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.


Keluarga korban, Ane Saputri (37) mengatakan, bahwa dari hasil putusan tersebut keluarga merasa kecewa dan tidak puas, sehingga pihak keluarga telah melakukan proses banding.


"Yang jelas kami sangat kecewa atas hasil putusan pengadilan, karena disini pelaku hanya dikenakan pasal 80 ayat 1 dan ayat 3 lalu loncat ke Juncto 76 huruf C.Meskipun kami tidak paham atas putusan tersebut, akan tetapi setelah baca - baca ternyata pasal tersebut hanya terkait masalah kekerasan fisik saja, sedangkan dalam kasus ini korban sampai meninggal dunia," ungkapnya Rabu (23/10).


Menurut dia, setelah ditelaah  kembali bahwa dalam Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak berbunyi, Pelaku yang menyebabkan anak luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00.


"Dalam hal ini saya dapat petikan putusan tersebut dari Pengadilan yaitu tanggal (08/10) sedangkan putusan itu terjadi di tanggal (03/10)," jelasnya.


Selanjutnya kata dia, dalam pasal 80 itu kan ada ayat 1,2 dan 3 sedangkan dalam petikan Pengadilan itu hanya tercantum pasal 80 ayat 1 dan 3, serta Jucto 76 ayat C itu hanya menerangkan kekerasan fisik saja tidak menyebabkan kematian, dan yang menyebabkan kematian justru ada di pasal 80 ayat 2.


"Oleh karena itu kami akhirnya mengajukan banding untuk terus mencari keadilan yang se adil - adilnya dalam perkara ini. Karena korbannya memang meninggal dunia," tuturnya.


Lebih lanjut kata dia,  pihak keluarga hanya mendapatkan berkas petikan putusan saja, itupun hanya tiga lembar, kalau terkait salinan putusan itu tidak tahu seperti apa. Karena selama ini pihaknya di dampingi oleh Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum ( LBH). 


"Kalau di ceritakan dari awal, bahwa kami hanya didampingi pada sidang pertama, sidang ke dua saya hanya hadir dengan ayah korban, di sidang ke tiga yang harusnya kita mendapatkan jadwal itu pun tidak, jadi kita akhirnya kehilangan jejak dan tidak mendapat informasi apapun," bebernya.


Dengan adanya hal tersebut sehingga pihak keluarga hanya mendapatkan informasi melaui WEB itupun berupa Sistem Informasi Penelusuran Perkara ( SIPP) jadi pengecekan melalui aplikasi tersebut. 


"Maka tahu - tahu di tanggal (05/10) sudah terjadi sidang tuntutan dan putusan, jadi dari sidang saja kita tidak mendapatkan informasi apa- apa, apa lagi ke salinan berkas karena memang komunikasipun susah dan tidak respon,"ujarnya.


Selain itu, kekecewaan pihak keluarga korban kian berlanjut lantaran hingga saat ini pihak keluarga masih belum bisa melihat apa isi salinan putusan pengadilan tersebut padahal dalam Pasal 52A ayat (2) UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (“UU 49/2009”), yang menyatakan:


Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan.


"Sampai saat ini kami belum mendapatkan salinan putusan pengadilan, saya sudah minta ke pihak LBH tapi hanya diberikan petikan putusan saja," Ujarnya. 


Dengan demikian, keluarga korban berharap melalui langkah pengajuan banding nanti pengadilan tinggi jawa barat bisa lebih adil dalam memberikan putusan. 


"Saya hanya ingin putusan seadil-adilnya jangan mempermainkan hukum, keluarga saya meninggal dan pelaku tidak di hukum dengan adil," pungkasnya.


( Team Red )

Lebih baru Lebih lama