Hal itu diungkapkan oleh Ketua Gibran Center Sulsel, Taufik Hidayat, S.kom, M.komp mengatakan Ini adalah ikhtisar keputusan MK soal masa jabatan kepala daerah produk 2020 ke atas.
"Jabatan mereka akan berakhir saat dilantik kepala daerah baru pada pelantikan Serentak kepala daerah yang di jadwalkan pada Feb 2025 termasuk Kota Makassar," jelas Taufik.
Menurut Taufik bahwa telah dikuatkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota.
"Pelantikan bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota hasil pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak tahun 2024 dilaksanakan secara serentak pada tanggal 10 Februari 2025," berikut bunyi Pasal 22A Ayat (2) Perpres 80/2024, dikutip dari salinan perpres, Jumat (16/8/2024).
Dia (Taufik-rd) juga menambahkan .Berdasarkan Undang-Undang 10 Tahun 2016 dan PKPU 15 Tahun 2017, terkait larangan melakukan rotasi atau mutasi jabatan 6 (enam) bulan sebelum penetapan pasangan calon.
Berikut dasar hukum yang menjadi acuan kami dalam melakukan pengawasan ini :
Undang-Undang 10 Tahun 2016.
Pasal 71 ayat 2,3 dan 5
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
(5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 162 ayat (3)
Tentang waktu 6 bulan penggantian pejabat di kabupaten/kota
Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
Sanksi Pidana
Pasal 190 (sanksi pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3))
Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
PKPU NO.15 Tahun 2017
Pasal 89
(1) Bakal Calon selaku petahana dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan Pasangan Calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan dalam negeri.
(2) Bakal Calon selaku petahana dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan Pemerintah Daerah untuk kegiatan pemilihan 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan Pasangan Calon sampai dengan penetapan Pasangan Calon Terpilih.
(3) Dalam hal Bakal Calon selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), petahana yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Bahwa berdasarkan PKPU 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020, penetapan pasangan calon jatuh pada 8 Juli 2020 sehingga pada tangal 8 Januari 2020 Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat, baik mutasi ataupun rotasi jabatan.
Terkait Netralitas ASN
UU 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat (1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Perbawaslu 6 tahun 2018 tentang pengawasan netralitas ASN, TNI/Polri pada pasal 4 ayat (2) menjelaskan terkait kegiatan yang mengarah keberpihakan ASN, TNI/Polri meliputi; 1. Pertemuan, 2. Ajakan, 3. Himbauan, 4. Seruan, dan 5. Pemberian barang.
Sanksi Pidana
Pasal 188
Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(*)