Praktisi Hukum: Kelalaian PDAM Pasuruan Tera Ulang Meteran Air Berpotensi Pidana

 

Praktisi Hukum: Kelalaian PDAM Pasuruan Tera Ulang Meteran Air Berpotensi Pidana

Sambar.id, PASURUAN - Pada Kamis (13/6), media Sambar mewawancarai praktisi hukum, Mas Aris, dan mantan anggota DPRD Kota Pasuruan di kantor advokat JMA dan Partner, Jl. Slamet Riyadi No. 77A, Kelurahan Gentong, Kecamatan Gadingrejo, mengenai permasalahan uji tera meteran air PDAM Kota Pasuruan. (14/06/2024)


Permasalahan PDAM yang tidak kunjung selesai kini menjadi sorotan oleh praktisi hukum dan mantan dewan. Tim investigasi media Sambar.id menemukan sejumlah data terkait alat ukur meter air yang rusak di rumah salah satu warga Lecari yang tidak pernah direvitalisasi ulang secara berkala oleh pihak PDAM. Hal ini mengakibatkan kerusakan alat meter ukur dan ketidaknormalan pembayaran, yang menyebabkan kerugian pada pelanggan, seperti yang dialami Ibu Sofiyah.


Bu Sofiyah mengeluhkan pembengkakan tagihan air meskipun penggunaan air tidak sesuai dengan jumlah yang ditagihkan. Termasuk beban abonemen sebagai biaya yang ditagihkan oleh perusahaan PDAM kepada pelanggan dengan nilai tetap dan tidak tergantung pada volume air yang digunakan.


"Lah, masa iya kita dituntut melaksanakan kewajiban kita terus, namun hak-hak kita sebagai pelanggan tidak dipenuhi. Lebih-lebih kita masih dibebankan biaya tambahan berupa denda dan tagihan abonemen yang tidak semestinya," pungkas Ibu Sofiyah.


Melalui konsolidasi antara praktisi hukum dan mantan dewan, permasalahan kegagalan PDAM yang tidak pernah melakukan uji tera di lapangan dikaji ulang. Kegagalan ini menyebabkan kerusakan pada alat meteran, sehingga air yang keluar kecil namun meterannya berjalan normal. 


Praktisi hukum menduga ada unsur kesengajaan dari pihak PDAM dalam hal ini,PDAM tidak melakukan program water inflow,Pihak PDAM seharusnya menjalankan alat digital dan online untuk memonitor penggunaan air secara real time melalui smartphone. Alat ini, menggunakan sensor flow water untuk mengukur debit air yang mengalir ke pipa, memungkinkan masyarakat mengetahui penggunaan air harian mereka. Dengan demikian, transparansi antara PDAM dan pelanggan meningkat, mencegah terjadinya praktik korupsi.


"Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, ketidakpatuhan PDAM dalam melakukan uji tera ulang terhadap meteran air merupakan pelanggaran serius," jelas Mas Aris. "Pelanggaran ini bisa dikenakan sanksi pidana berupa penjara atau denda," tuturnya.


Mas Aris juga mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Ada dua pasal yang relevan di sini. Pertama, Pasal 372 tentang penggelapan program water inflow, yang bisa dikenakan jika terdapat indikasi bahwa PDAM menyalahgunakan dana yang seharusnya untuk pelayanan pelanggan agar air berjalan normal namun faktanya di lapangan tidak pernah dilakukan.


Sesuai amanat UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, PDAM berkewajiban menera ulang meteran pelanggannya. Jika tera ulang tidak dilakukan, kerusakan komponen meteran air bisa terjadi dan berdampak pada penyediaan air yang terhambat, sehingga pelanggan merasa dirugikan. Jika sudah pelanggan merasa dirugikan maka wajib hukum ditegakkan dengan ancaman pidana," tuturnya.


Permasalahan tera ulang mengenai air PDAM mencakup Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 terkait pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air yang bermaterial besi. Namun, ironisnya yang terjadi di lapangan pihak PDAM menggunakan bahan plastik sebagai penggantinya, mengindikasikan bahwa pihak PDAM diduga ada unsur kesengajaan melakukan penyusutan volume bahan material demi meraup keuntungan pribadi.


Ayat 3 menambahkan bahwa meter air wajib ditera secara berkala oleh pihak PDAM, demi kelancaran pendistribusian air di rumah-rumah pelanggan.


Mas Aris, sebagai praktisi hukum, juga menjelaskan, bahwa poin-poin di atas diduga tidak pernah dilakukan oleh PDAM, sehingga itu sumber penyebab sering terjadinya bermunculan permasalahan di PDAM.


"Saya yakin pihak PDAM tidak pernah melakukan maintenance, cek berkala, monitoring dalam uji tera dan menjalankan sensor flow water sehingga ya seperti itu yang terjadi, selalu ada saja masalah bermunculan di lapangan," pungkasnya.


Perjanjian yang dibuat oleh pihak PDAM secara sepihak tanpa adanya sosialisasi terhadap pelanggan melanggar hak dan kewajiban konsumen. Ia juga menyinggung Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa tindakan korupsi bisa dikenakan hukuman penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Jika memang pihak PDAM terbukti korupsi dengan meniadakan program uji tera yang menyebabkan gangguan terhadap sirkulasi air, maka ini bisa menjadi dasar untuk tuntutan yang sangat serius," ujarnya.


Mantan anggota dewan dalam sesi wawancara juga memberikan dukungan agar masyarakat tidak takut menyuarakan kebenaran dan menekankan pentingnya peran advokat atau praktisi hukum dalam menegakkan supremasi hukum. Advokat memiliki peran penting sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi masyarakat yang terzalimi yang menjadi korban sebagai pelanggan PDAM. "Maka saya selaku mantan dewan menghimbau bagi siapapun yang menjadi pelaku usaha di Indonesia, khususnya di Kota Pasuruan, harus mengacu kepada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Apabila tidak diindahkan maka wajib hukumnya ancaman pidana," imbuhnya.


(R15, Jinjo/Yah)

Lebih baru Lebih lama