Selain itu mereka juga mengimbau Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KOP) Kelas III Manado, untuk pro aktif dengan masalah tersebut karena keterkaitannya dengan garis pantai.
Keluarga Besar Somba, salah satu pemilik lahan keluarga mengatakan,telah dua kali mengirim surat kepada Walikota Manado Andrei Angouw tapi hingga kini tidak ada balasan.
Parahnya tambah keluarga Somba, bukannya surat balasan yang mereka peroleh, justru sebaliknya proyek tersebut terus berlanjut hingga ke tahap penimbunan oleh pihak ketiga.
“Kami berkesimpulan Walikota Andrei Angouw telah mengabaikan perintah undang-undang. Dia (walikota-red), dengan sewenang-wenang dan penuh keberanian membangun proyek di atas lahan warga,” ujar keluarga tersebut, Minggu (28/04/2024)..
Disebutkan Keluarga Somba, kalau pembangunan tersebut telah merusak tatanan ekosistem kehidupan biota laut, sehingga sudah sepantasnya untuk dihentikan pembangunannya.
Menurut Keluarga Somba, pembangunan tersebut telah melanggar Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana pelaku perusak tumbuhan mangrove di pesisir pantai terancam hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda sedikitnya Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
Selain itu tambah Keluarga Somba, perombakan itu melanggar UU Nomor 17 Tahun 2008, khususnya Pasal 297, yang menyebutkan setiap orang yang membangun dan mengoperasikan pelabuhan sungai dan danau tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 300 juta.
“Kedua disebutkan, setiap orang yang memanfaatkan garis pantai untuk melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339, penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta,” kata Kel;uarga Somba.
Masalahnya ketentuan itu sebagaimana diatur dalam Pasal 298, setiap orang yang tidak memberikan jaminan atas pelaksanaan tanggung jawab ganti rugi dalam melaksanakan kegiatan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3), dipidana paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100 juta.
Sedangkan pada Pasal 339, setiap orang yang memanfaatkan garis pantai untuk membangun fasilitas atau melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri wajib memiliki izin.
“Kalau semua syarat dan aturannya tidak ada yang dipenuhi, apa alasannya pembangunan terus berlanjut. Kami menduga ada sesatu yang terjadi pada pembngunan tersebut,” kata Keluarga Somba.
Padahal tambah mereka, mangrove harus dijaga dan dilindungi. Dasar itulah mereka pun mengimbau Walikota Manado Andrei Angouw harus bertanggung jawab atas rusaknya mangrove dan masalah lahan warga di Pantai Malalayang.
“Kami juga mendesak Presiden Joko Widodo, Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), segera angkat bicara terkait proyek tersebut lanyaran telah merugikan banyak pihak.
“Kami yakin Presiden Joko Widodo akan memberikan pernyataan terkait pembangunan tersebut. yang dibangun di atas lahan warga. Tujuannya agar para pelaku-pelaku kejahatan pertanahan diproses hukum tanpa tebang pilih supaya ada efek jerahnya,” ketus Keluarga Somba. (arthur mumu)