SAMBAR.ID// BANGKA - Sungailiat (18/03/2024), Miris mungkin itu yang bisa kita liat dengan kegiatan tambang timah di Babel.
Semua kerusakan lingkungan sejak dibukanya kran kepada masyarakat mengelola timah secara bebas berdampak parah terhadap lingkungan akibat bukaan tambang yang dikelola secara acak kadul.
Menurut Musda Anshori yang sempat membentuk wadah peduli penyelesaian perizinan pertambangan rakyat (P4R) bersama beberapa LSM,ormas ,dan jurnalis dikab.Bangka, memang sejak adanya kasus tata kelola niaga timah saat ini situasi sosial ekonomi masyarakat Babel bagikan anak dan ibu yang kena stunting bahkan mengarah ke busung lapar.
Kegiatan tambang rakyat seperti anak ayam kehilangan induk.
Pola koordinasi tentang kegiatan tambang masih belum sepenuhnya bisa dituntaskan.
Karena semua regulasi dan kebijakan pemerintah tentang ruang kepada penambang rakyat belum menemukan formula yang tepat bahkan terkesan lambat dan tidak diurus secara serius.
Menurut Musda jika memang pemerintah daerah dan semua pemangku kepentingan di Babel ini memahami kondisi sosial ekonomi Babel yang bertumpu ekonominya dengan timah ini ,mestinya segera mendapatkan solusi terbaik sesuai tupoksi masing masing.
Semua pihak memahami kondisi Babel saat ini sedang tidak baik baik saja alias dalam kondisi kritis mengarah ke stadium 4 jika dianalogikan dalam istilah kedokteran.
Padahal langkah sederhana bisa dilakukan pemerintah daerah dan perwakilan rakyat Daerah propinsi Bangka Belitung,ditambah berdiri BUMN PT. Timah Tbk, yang selama bertahun tahun melakukan kegiatan ekploitasi timah di Babel ini menjadi modal kuat jika tata kelola pertimahan ini bisa steril dan difungsikan
sesuai tujuan UUD dasar 1945 pasal 33 ayat 3 dan sila ke-5 Pancasila "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" berlaku di negeri serumpun se-balai yang memiliki SDA yang kaya raya dan melimpah akan mineral timah dan rare earth nya.
Bagaikan pungguk merindukan bulan" para penambang rakyat Babel saat ini sangat berharap kepada pemangku kepentingan bisa sinergi mengurusi mereka sebagai penyumbang terbesar devisa negara dengan produksi timah yang sebagian besar memang tidak bisa dipungkiri berasal dari penambang rakyat.
Permainan mafia pertimahan di babel seolah menjadi dewa penyelamat karena tidak adanya wadah penambang untuk bekerja dengan aman dan membantu ekonomi keluarga mereka.
Semua seperti terkena kanker akut dengan terlibatnya pihak pihak dalam bisnis pertimahan yang tidak sehat .
Solusinya sempat dicanangkan dalam beberapa waktu lalu untuk membentuk koperasi penambangan rakyat yang diinisiasi pihak BUMN yaitu PT. Timah namun antara regulasi dan kebijakan belum dalam aturan yang sejalan.
Adanya wadah seperti assosiasi tambang rakyat menjadi solusi terbaik sebagai partner pemilik IUP dalam mengelola cadangannya tanpa memusingkan teknis pertambangan yang dipersyaratkan.
Sebut saja Astrada, Apri, Aprindo sudah terbentuk dan memilik jaringan yang luas, ditengah WPR dan IPR yang sampai saat ini belum juga ada di Babel.
Dengan diawasi secara transparan maka kegiatan tambang rakyat untuk memanfaatkan sumber daya mineral timah bisa sangat mungkin dilakukan masyarakat.
Keseriusan pemerintah daerah, baik di legislatif, yudikatif dan eksekutif bersama BUMN diharapkan mampu merealisasikan guna memberi ruang kepada penambang tradisional.
Harapan dan mimpi tentu dibarengi dengan usaha mengatur tata kelola pertimahan di Babel menjadi lebih baik.
Masyarakat guna memenuhi kebutuhan hidupnya dari penambangan timah telah mengeluarkan sebagian penghasilannya untuk membayar biaya koordinasi disamping mengeluarkan biaya operasi produksi yang tidak murah.
Pada.awal tahun 2024 ini menurut musda harga logam timah dunia bergerak naik signifikan diatas 25.000 US dollar ,namun di lapangan harga per kg hanya berkisar 100- 105.000/ kg basah yang jika diasumsikan kilogram sangat jauh dari kata sejahtera.
Namun demi keberlangsungan hidup keluarga mereka rela menjalani dan jangan lagi menjadi tumbal hukum akibat legalitas yang tidak pernah mereka dapatkan saat ini." Tutup musda.
(Tim/red)