Sambar.id Bangka Selatan, - Kawasan perairan Desa Permis dan Rajik, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan, kini menjadi saksi bisu aktivitas tambang liar yang semakin marak. Ratusan unit ponton isap produksi (PIP) terus beroperasi, mengeksploitasi sumber daya alam tanpa izin resmi. Bahkan, terdapat indikasi kuat bahwa pembiaran oleh aparat penegak hukum (APH) setempat, bahkan ada dugaan keterlibatan cukong timah dan oknum APH dalam jajaran institusi. Jumat (15/12/2023).
PT Timah Tbk, sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di perairan Permis Rajik Kabupaten Bangka Selatan, saat ini tengah menjadi korban perampokan sumber daya alamnya sendiri. Ratusan unit PIP ilegal terus beroperasi di wilayah yang seharusnya dijaga ketat oleh aparat penegak hukum. Meskipun sejumlah upaya penertiban pernah dilakukan sebelumnya, tetapi aktivitas tambang ilegal kembali bergelora tanpa hambatan yang signifikan.
Disinyalir Keterlibatan Cukong Timah dan APH
Kejanggalan dalam kasus ini semakin terasa ketika terungkap bahwa tidak hanya penambang ilegal yang terlibat, tetapi juga ada dugaan keterlibatan cukong timah dan oknum APH dalam pusaran tambang ilegal ini. Informasi dari sumber terpercaya menyebutkan bahwa sejumlah oknum petinggi di jajaran institusi APH diduga turut serta dalam aktivitas ilegal ini. Pembiaran terhadap operasi tambang liar menjadi pertanda bahwa ada pihak-pihak tertentu yang terlibat secara terstruktur dengan sistem “Koordinasi”.
PT Timah, sebagai perusahaan pertambangan ternama, terlihat kesulitan mengatasi aktivitas tambang ilegal ini. Pihak perusahaan sudah beberapa kali melakukan upaya penertiban, namun tampaknya pembiaran dan ketidakberdayaan otoritas perusahaan semakin terlihat. Kegagalan dalam menangani konflik ini membuat PT Timah kesulitan menjaga dan memanfaatkan aset yang seharusnya menjadi sumber daya vital bagi pertumbuhan bisnisnya.
Meskipun beberapa waktu yang lalu PT Timah Tbk sudah menandatangani MoU (Nota Kesepahaman) dengan Polda Kepulauan Bangka Belitung dalam rangka pengamanan objek vital negara termasuk pengamanan IUP PT Timah dari penjarahan atau tambang ilegal, seperti tidak memberi dampak yang signifikan untuk mendukung PT Timah Tbk meningkatkan perolehan pasir/bijih timah.
Pembelaan Tak Bermakna: Oknum APH Seolah Ikut 'Bermain'
Pendekatan persuasif yang diterapkan oleh PT Timah dalam menjelaskan kebijakan penertiban dan upaya himbauan kepada penambang ilegal tak mendapatkan tanggapan yang positif. Bahkan, seorang oknum tokoh masyarakat Desa Rajik yang hadir saat penertiban sebelumnya seakan memberikan bantahan bahwa tindakan penertiban dan pembelaan PT Timah tak bermakna bagi mereka. Keberatan dan ketidaksetujuan penambang ilegal semakin tampak nyata.
Sikap Respon APH Bangka Belitung Menuai Kontroversi
Sikap respon dari APH Bangka Belitung, khususnya Kapolres Bangka Selatan, AKBP Toni Sarjaka, menimbulkan kontroversi. Meskipun menerima informasi terkait aktivitas tambang ilegal yang masih berlangsung, Toni hanya memberikan ucapan terima kasih atas pemberitaan tanpa memberikan penjelasan tindakan yang akan diambil oleh pihaknya. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait komitmen aparat dalam menanggulangi masalah tambang ilegal di daerah tersebut.
Wakil Direktur Dit Polairud Polda Kepulauan Bangka Belitung, AKBP Irwan Nasution, juga memberikan respon yang minim ketika dikonfirmasi terkait aktivitas tambang ilegal tersebut. Dengan sikap yang terkesan 'bermain diam', keberlanjutan masalah ini menjadi semakin kompleks dan menyulitkan pihak-pihak yang berusaha memberantas praktik ilegal tersebut.
Upaya Pembelaan PIP Ilegal Terhadap Aktivitasnya
Seusai penertiban sebelumnya, para penambang ilegal, dengan berani dan bersama-sama, mendatangi Pos PT Timah Tbk di Desa Permis. Mereka menyuarakan keberatan mereka terhadap tindakan penertiban yang dianggap merugikan mereka secara ekonomi. Harapan agar penambang dapat mengikuti peraturan dan berhenti dari aktivitas ilegalnya justru menemui tantangan yang lebih besar.
Seiring pembiaran yang terjadi, PT Timah Tbk semakin kesulitan mengendalikan wilayah laut di Permis Rajik. Otoritas perusahaan tampak redup, dan para penambang ilegal semakin leluasa menjarah aset PT Timah Tbk. Situasi ini merugikan tidak hanya perusahaan tetapi juga masyarakat setempat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari keberlanjutan operasional PT Timah Tbk.
Meskipun PT Timah Tbk mencoba menghadapi para penambang ilegal dengan pendekatan persuasif, konfrontasi tersebut ternyata tidak mampu mencegah kelanjutan aktivitas liar di perairan Permis Rajik. Upaya mempertahankan integritas wilayahnya oleh PT Timah Tbk tampaknya harus diiringi oleh dukungan yang lebih kuat dari pihak berwenang, termasuk APH.
Dengan berkembangnya aktivitas tambang ilegal dan dugaan keterlibatan cukong timah serta oknum APH, PT Timah dihadapkan pada tantangan berat. Menemukan solusi tepat yang dapat mengembalikan otoritas perusahaan dan menjamin keberlanjutan operasionalnya menjadi langkah mendesak. Dibutuhkan kerjasama yang erat antara PT Timah, aparat penegak hukum, dan masyarakat setempat untuk mengatasi permasalahan ini.
Skandal tambang ilegal di perairan Permis Rajik telah mencapai titik kritis. Pembiaran oleh aparat penegak hukum dan dugaan keterlibatan cukong timah serta oknum APH menambah kompleksitas masalah. PT Timah harus segera mengambil langkah tegas untuk mendapatkan kembali kendali atas wilayahnya. Demi menjaga keberlanjutan operasional dan memberikan manfaat yang adil kepada masyarakat, kerjasama antara PT Timah Tbk, APH, dan masyarakat setempat menjadi kunci penyelesaian. Seiring berjalannya waktu, nasib sumber daya alam dan keberlanjutan industri pertambangan di Bangka Selatan menjadi taruhan besar bagi semua pihak yang terlibat. (KBO Babel/TIM)