Beberapa hari terakhir ini Kabupaten Sinjai kembali menghiasi media, baik media cetak, elektronik (televisi dan radio) maupun media online karena persoalan banjir yang menggenangi beberapa wilayah terutama di ibu Kota Kabupaten. Senin (17/07/2023)
Sebagai seorang penulis dan peneliti tertariklah saya untuk kembali memaparkan hasil kajian berdasarkan hasil riset yang telah saya laksanakan dari tahun 2018-2020.
Riset yang saya lakukan adalah mengidentifikasi wilayah potensi bencana di Kabupaten Sinjai dengan teknologi geospasial (termasuk banjir dan longsor).
Selama 3 tahun tersebut saya telah malaksanakan perjalanan muhibah mengitari seluruh wilayah Kabupaten Sinjai untuk mengekspolorer potensi kebencanaan di daerah tersebut.
Wilayah Kabupaten Sinjai begitu elok, terdiri atas daerah pegunungan yang banyak serta lembah yang berpadu dengan daerah dataran rendah yang menambah keelokan daerah ini.
Selain itu keaneragaman hayati (biodiversity) yang begitu kompleks menambah keanggunannya, Kabupaten yang diberi sebutan daerah seribu masjid dan biasa juga disebut Panrita Kitta (kampungnya orang pintar).
Tapi sangat disayangkan daerah yang begitu elok ini harus dinodai dengan ancaman kebencanaan hidrometeorologi basah yang selalu ada hampir setiap tempo. Berdasarkan sejarah yang masih tercatat di mindset penulis, sejak tahun 2006 sudah terjadi banjir bandang yang menelan ratusan korban, serta kerugian materi yang begitu banyak seperti lahan perkebunan, rumah, ternak dan lain sebagainya.
Kejadian-kejadian seperti ini seakan akan selalu ada dan menghantui warga yang ada di daerah ini dan belum ada solusi.
Menurut batiran dan Imran (2008)”meskipun ada kunjungan bencana tahunan di Kabupaten Sinjai, namun belum ada perhatian terhadap masalah kebencanaan, justru bencana dianggap sepele dan biasa-biasa saja.
Sementara dari pihak pemerintah belum ada usaha yang sistematis dan menyeluruh untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan bencana di masyarakat, bahkan pasca bencana banjir 2006 pun belum ada langkah langkah tersebut”.
Pertanyaannya kenapa daerah ini selalu dihantui dengan ancaman potensi kebencanaan seperti banjir dan longsor yang bahkan keduanya biasa datang bersamaan.
Apakah kebencanaan semacam ini tidak ada solusinya ?., apakah kita biarkan begitu saja. Siapa yang bertanggungjawab ketika ada korban ?. dimana tuan dan puang ketika melihat hal ini ?.
Berdasarkan kajian yang penulis laksanakan, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian.
Kabupaten Sinjai memiliki 3 (tiga) dimensi wilayah, yaitu wilayah laut/pantai, wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi.
Secara morfologi, kondisi topografi wilayah Sinjai sangat bervariasi, yaitu dari area dataran hingga area yang bergunung. Sekitar 38,26% atau seluas 31.370 Ha merupakan kawasan dataran hingga landai dengan kemiringan 0-15%, area perbukitan hingga bergunung dengan kemiringan hingga 40%, diperkirakan mencapai 31,25% atau 25.625 Ha. Potensi kebencanaan di daerah ini terus ada.
Berdasarkan pantauan lapangan yang dilakukan oleh penulis, kondisi eksisting kabupaten Sinjai adalah sebagai berikut dengan yang merupakan sampel:
“Sungai Bua, berada pada posisi (12013170, 0518048) curah hujan: 3500-4000 mm, potensi banjir: sangat besar. Sampel yang lain yaitu Sungai Gofa, berada pada posisi (12004520, 0512374) curah hujan: 3.000-3.500 mm potensi banjir tinggi"
Kondisi bantaran sungai memprihatinkan dikarenakan warga setempat telah mengalih fungsikan menjadi lahan pertanian sawah dan perkebunan serta adanya tambang pasir disekitar Sungai.
“Penulis juga melakukan pantau di bendungan Sungai Saleo, sebuah bendungan kecil yang mangairi kurang lebih 50 ha sawah, kondisi bendungan ini terjadi pendangkalan akibat gundulnya hulu sungai ini, dan sampai sekarang kondisi bendungan ini belum ada penangan seperti pengerukan dasar bendungan serta kegiatan konservasi lainnya”. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dilihat beberapa titik yang yang memiliki potensi banjir.
Terbukanya sebagian wilayah yang dulunya didominasi oleh hutan, akibat dari kegiatan pertambangan (terutama pertambangan pasir di sekitaran sungai dan galian sirtu untuk timbunan).
Sedangkan kebun campuran merupakan kelas tutupan lahan terbesar dibandingkan dengan kelas tutupan lahan lainnya dengan luas 65.512,335 Ha untuk tahun 2022 sedangkan tahun 2014 seluas 65.8024 Ha, jadi ada pengurangan lahan pertanian campuran sekitar 290,065 selama 8 tahun.
Fungsi DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, air dan manusia. Aktivitas yang terjadi dalam DAS akan berpengaruh terhadap ekosistem DAS, termasuk aktivitas manusia di atas lahan.
Dengan demikian perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan, akan berpengaruh terhadap fungsi ekosistem DAS itu sendiri. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali dapat berpengaruh terhadap kualitas DAS yang mempunyai fungsi penting sebagai kawasan resapan air utama dan pengatur tata air.
Selain faktor penggunaan lahan, tutupan lahan juga juga akan berpengaruh terhadap ekosistem DAS. Tutupan lahan bersifat dinamis atau senantiasa berubah. Perubahan tutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena aktivitas manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu tahun 2014-2022 di DAS Kabupaten Sinjai terjadi perubahan (penambahan) tutupan lahan hutan.
Selain terjadi perubahan (penambahan) tutupan lahan hutan, juga terjadi perubahan daya dukung lahan berdasarkan indeks fungsi lindungnya, yaitu sebesar 0,5753023522 pada tahun 2014 dan sebesar 0,5099939529 pada tahun 2022, atau mengalami perubahan indeks fungsi lindung sebesar 0,293.
Meskipun dengan nilai IFLDAS < 1, nilai IFLDAS yang kurang dari 1, menunjukkan bahwa kualitas lingkungan DAS Kabupaten Sinjai kurang mampu untuk dapat menjaga fungsi keseimbangan tata air dan gangguan persoalan banjir, erosi, sedimentasi, dan kekurangan air.
Namun indeks fungsi lindung DAS Kabupaten Sinjai selama kurun waktu tahun 2014-2022 mengalami sedikit peningkatan, seiring dengan semakin bertambahnya luas penggunaan lahan dan tutupan lahan di DAS Kabupaten Sinjai.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa perubahan tutupan lahan di DAS Kabupaten Sinjai berpengaruh terhadap indeks fungsi lindungnya.
Semakin bertambahnya atau semakin luasnya tutupan lahan yang berupa hutan, semakin baik juga daya dukung lahan (indeks fungsi lindung) DAS Kabupaten Sinjai.
Dengan demikian dinamika temporal tutupan lahan di DAS Kabupaten SInjai perlu dipantau dan dikendalikan agar indeks fungsi lindungnya dapat terjaga dan semakin baik sehingga daya dukung lahannya juga semakin tinggi.
Akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas DAS Kabupaten Sinjai sebagai suatu ekosistem yang mempunyai fungsi utama sebagai daerah resapan air dan fungsi perlindungan seluruh bagian DAS.
Hasil perhitungan indeks fungsi lindung yang menunjukkan daya dukung wilayah di DAS Kabupaten Sinjai 2014-2022, dengan nilai indeks fungsi lindung (IFLDAS) kurang dari 1 tersebut mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan DAS Kabupaten Sinjai baik pada tahun 2014 maupun 2022 kurang mampu untuk dapat menjaga fungsi keseimbangan tata air dan gangguan persoalan banjir, erosi, sedimentasi, dan kekurangan air.
Perubahan (penambahan) tutupan lahan hutan ini berpengaruh terhadap indeks fungsi lindung DAS Kabupaten Sinjai sebesar 0,8771.
Semakin bertambahnya tutupan lahan yang berupa hutan, semakin baik juga indeks fungsi lindung DAS Kabupaten Sinjai.
Aahan atau masukan kepada pemenangku kepentingan di daerah ini kiranya perlu melalakukan langkah penanganan dan perhatian serius terhadapa DAS terutama di wilayah hutan untuk tetap dilestarikan.
Sebagai contoh kawasan lindung dan konservasi Tahura Abdul Latif (Ma’ra) supaya dijaga kelestarian hutannya. Perlu langkah konservasi terhadap lahan lahan masyarakat yang ada di wilayah kemiringan lebih dari 20%.
Langkah konservasi yang paling baik adalah metode vegetative, seperti perkebunan sistem agroforestry atau pengolahan mekanis daerah-daerah yang terjal. (Rd)