Acara tersebut yang mendatang dua narasumber yakni Dosen Fakultas Hukum Univ. Atma Jaya Makassar, Narasumber pertama Bpk. DR. Antonius Sudirman,S.H.,M.Hum dengan Tema “Optimalisasi Peran Serta Mahasiswa Manggarai NTT Di Makassar Dalam Upaya Pencegahan Dan Penanganan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang”. Dan Narasumber kedua Bpk. Wencislaus S. Nansi, SH., M.Hum dengan Tema " Aspek Hukum Partisipasi Masyarakat Dalam Pencegahan Korupsi".
Pembukaan diawali dengan Kata Sambutan oleh Sdr. Putra Dandor selaku Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Mahasiswa Kecamatan Rana Mese (DPO HIPMAKERS) Makassar Menyampaikan dalam Kegiatan ini menghadiri elemen Mahasiswa dan seluruh Organisasi Daerah se NTT di Makassar.
Baca juga:
Buntut Bimtek Kades Asal Sinjai di Makassar, Kendaraan Layanan Disorot
Issue Dugaan Korupsi Ratusan Juta, Begini Klarifikasi Kadis PUPR Sinjai
Kegiatan ini sangat berkontribusi dalam pengembangan institusi dan kepada fakultas pada khususnya, dengan membekali mahasiswa kemampuan praktis mengetahui realitas hukum yang terjadi di masyarakat, sehingga nantinya dapat digandeng untuk turun memberikan penyuluhan dan pendampingan hukum kepada masyarakat.
Dalam Penyuluhan ini Narasumber 1, Dr. Antonius Sudirman, S.H., M.Hum, dosen sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar menegaskan bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan salah satu bentuk modern dari perbudakan manusia.
Dalam hal ini perdagangan orang merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Lebih lanjut, Sudirman menegaskan bahwa modus operandi TPPO, bermacam-macam bentuknya. Misalnya merekrut calon pekerja dengan dijanjikan bekerja di restoran atau karyawan hotel/pabrik dengan gaji tinggi, ataukah korban dijanjikan untuk memperoleh beasiswa atau duta seni dengan upah besar.
Namun realitanya dipekerjakan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Modus yang lain yakni mengadopsi anak dengan identitas dokumen yang resmi, namun realitasnya tidak dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Selanjutnya, Sudirman menegaskan bahwa ada banyak faktor penyebab seseorang menjadi korban TPPO antara lain: pendidikan yang rendah atau kurangnya kesadaran masyarakat, kemiskinan, keinginan cepat kaya, perkawinan dini, jeratan hutang, dan lemahnya penegakan hukum.
Berdasarkan realitas diperoleh gambaran bahwa TPPO merupakan salah satu jenis kejahatan yang berkembang dengan pesat di Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Dan sebagian besar perempuan dan anak-anak berusia muda (16-25 tahun) merupakan kelompok yang paling banyak menjadi TPPO, tandas Sudirman.
Selanjutnya, Sudirman menegaskan, menurut data korban TPPO di daerah NTT cukup banyak. Sebagian dari calon pekerja dari NTT dikumpulkaan di Makassar atau Pare-Pare sebelum dikirim keluar Negeri ataukah ke daerah-daerah lain di Indonesia.
Kemudian Sudirman menambahkan, bebarapa tahun lalu, sempat muncul gerakan dari Kerukunan Keluarga Lelak (KEKAL) Manggarai-Makassar untuk memberikan pendampingan bagi warga Kekal yang diduga menjadi korban TPPO.
Mengakhiri pemaparannya, Sudirman menegaskan, untuk mengatasi berkembangnya TPPO maka sangat dibutuhkan partisipasi aktif dari segenap komponen dalam masyarakat termasuk mahasiswa yang merupakan peloppor pembaharuan (agent of social change).
Sehubungan dengan itu Sudirman menghimbau anggota HIPMAKERS, agar ikut berperan serta dalam Penanggulangan TPPO khususnya bagi kalangan perantau di Makassar.
Hal yang perlu dilakukan yakni, memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib, atau turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang.
Baca juga:
Jenderal Dudung Raih Gelar Doktor
Dinilai Aturan Tidak Konsisten, DPRD Sulsel Panggil Aplikator Driver Online
Selain itu, HIPMAKERS perlu membuat program peningkatan kesadaran masyarakat Manggarai termasuk yang berdomisili di Makassar tentang TPPO dan modusnya, untuk mencehag warga masyarakat menjadi korban TPPO.
Hal ini Sudirman, merupakan amanat Pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdangan Orang, tentang peran serta masyarakat untuk membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang
Dan Narasumber 2 Wencisislaus S. Nansi, S.H., M.Hum menjelaskan bahwa kejahatan korupsi yang dikategorikan sebagai extra ordinary crimes tentunya juga harus dicegah dan diberantas dengan cara yang luar biasa. Kita tidak cukup membiarkan penegak hukum bekerja sendiri,tetapi membutuhkan kerjasama dan sinergitas dari seluruh elemen bangsa,termasuk masyarakat, mahasiswa dan berbagagai organisasi kemasyarakatan.
Undang undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yakni UU No.31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 telah mengakomodir dan membuka ruang kepada masyarakat untuk ambil bagian dalam upaya pencegahan korupsi dengan melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana korupsi kepada aparat penegak hukum.
Pengaturan tentang partisisipasi masyarakat tersebut kemudian diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 Tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur tentang mekanisme dan prosedur pelaporan serta juga penghargaan bagi setiap orang atau kelompok yang melakukan laporan.
Namun tentunya, setiap laporan harus memiliki cukup data atau bukti tidak sekedar asumsi subjektif pelapor. Hal ini selain untuk memperkuat laporan kita, juga menghindari adanya fitnah atau laporan palsu.
Lanjut Wencislaus, partisipasi seluruh masyarakat penting karna kejahatan korupsi dampaknya luar biasa seperti kerugian keuangan dan perekonomian negara, kemiskinan masyarakat, ketimpangan dan terhambatnya pembangunan, terncamnya nilai nilai demokrasi serta penegakan hukum yang adil dan profesional. (Latif)